Apa yang anda tahu tentang Korea Selatan? apakah K-Pop, tarian Gangnam Style, atau mungkin artis-artisnya yang terkenal ganteng-canteng dan cantik-cantik? Ya anda benar, tapi hal itu adalah fenomena yang jika anda lihat hanyalah keindahan, modernitas, serta keunggulan teknologi dan ekonomi yang sekarang dimiliki negara ginseng tersbeut. Tapi tahukan anda karena kemajuan teknologi, ekonomi, dan fashion yang sedang klimaks di negara ini maka tingkat stres warganyapun meningkat drastis, sehingga banyak warganya yang putus asa menghadapi tantangan hidup yang semakin tinggi. Kalau sudah begini tahukah anda apa yang menimpa Korea Selatan saat ini bahkan menjadi perhatian utama bagi pemerintahnya? tidak lain adalah permasalahan bunuh diri, sebuah permasalahan klasik yang pada jaman dahulu telah lebih dulu dihadapi oleh pemerintah Jepang.
Berdasarkan siaran yang kita lihat di salah satu program televisi, pemerintah Korea Selatan sedang dalam kondisi sangat khawatir menghadapi permasalahan bunuh diri bagi warganya. Hingga saat ini terdapat lebih dari 40 kasus bunuh diri setiap harinya artinya lebih dari 12.000 jiwa mati dalam setahun karena kasus bunuh diri. Hingga salah seorang akhirnya menemukan satu cara untuk mengurangi tingkat kematian di Korea Selatan akibat bunur diri dengan sebuah terapi bernama Coffin Therapy atau Terapi Peti Mati.
Di sebuah ruangan yang besar dan bisa menampung antara 20-30 orang beberapa orang yang menyatakan diri sudah putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dikumpulkan, mereka diminta mengenakan baju kematian yang mayoritas berwarna putih dengan hiasan kuning emas. Selanjutnya mereka diminta duduk dan menuliskan pesan terkahir mereka untuk orang yang mereke sayangi pada secarik kertas, pada saat itulah air mata mereka mulai menetes dan suara tangis sesenggukan mulai terdengar.
Ketika proses penulisan pesan terakhir itu sudah selesai, mereka diminta berdiri di samping peti mati mereka sendiri, lalu mereka masuk ke peti mereka dan tiduran di dalam peti mati tersebut dengan memeluk foto diri mereka di depan dada. Ketika itu ada beberapa orang petugas mengenakan jubah hitam yang akan membantu menutup setiap peti mati yang sudah terisi dengan pelaku terapi dimana petugas berbaju hitam itu dimaksudkan sebagai perumpamaan seorang malaikat maut. Dan akhirnya lalu peti mati tersebut ditutup dan lampu dalam ruangan dimatikan.
Di dalam keadaan terkurung dalam peti mati dan disertai ruangan yang gelap inilah semua peserta terapi diminta untuk mengingat apa makna kehidupan bagi mereka, dan apa yang ingin mereka lakukan jika mereka diberikan satu kali lagi kesempatan untuk memperbaiki hidup mereka.
“Setelah Melakukan terapi Ini, Saya Menyadari Bahwa Saya Akan Memulai dan Memperbaiki Kehidupan Saya Kembali, Saya Paham Bahwa Saya Telah Melakukan Banyak Kesalahan, Tapi Saya Akan Berusaha Untuk Lebih Bersabar Dalam Menghadapi Permasalahan tersebut dan meluangkan Lebih Banyak Waktu Untuk Keluarga Tercinta” — peserta Terapi Peti Kematian
Yang menjadikan unik bahwa saat ini banyak perusahaan-perusahaan ternama di Korea Selatan yang justru mengirimkan jajaran staf-nya untuk secara bergantian mengikuti terapi bunuh diri atau terapi peti mati ini sehingga hal itu bisa meningkatkan kinerja mereka di perusahaan dan menghilangkan stres yang sudah terlanjur melanda mereka karena pekerjaan di kantor yang tak kunjung usai.
Bagi banyak peserta, terapi ini sangat memberikan pengaruh positif yang besar bagi kehidupan mereka, antara lain mereka leih semangat bekerja, lebih sering meluangkan waktu dengan keluarganya, dan yang paling penting adalah lebih mengenal dan paham arti dari sebuah kesempatan hidup yang telah Tuhan berikan kepada mereka.
Jika suatu saat anda berkunjung ke Korea Selatan maka anda juga bisa mencoba melakukan terapi peti mati ini sehingga anda pulang ke Indonesia dalam keadaan yang lebih baik.
1 Comment
Andaikan terapi ini ada di Indonesia, pasti caranya juga berbeda, diikat pakai kain putih seperti pocong, kira2 bisa nggak ya dieterapkan di budaya kita? Mengingat angka kematian juga meningkat setiap tahunnya di Indonesia.
Comments are closed.