Menjadi seorang fotografer pernikahan adalah impian saya sejak lulus kuliah dari jurusan Teknik Arsitektur di tahun 2008 lalu. Belajar di sebuah seni rancang bangun selama 5 tahun membuat saya mengenal lebih dalam tentang komposisi, cahaya, dan mood, hingga akhirnya justru profesi fotografer-lah yang menjadi pekerjaan saya hingga saat ini.
Jujur, sempat bertemu dengan seorang legenda, Mas Kristupa (Alm), yang menjadi dosen tamu di Kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) dan mengikuti kuliah fotografi arsitekturnya selama 1 semester benar-benar mengubah arah kehidupan saya.
Dari puluhan dosen yang mengajar saya di kampus, tidak ada seorang-pun pengajar yang saya kejar sendirian hanya untuk tanya lebih dalam tentang sebuah ilmu, hanya Kristupa!
Hingga singkat cerita, begitu lulus kuliah dan sembari melamar kerja di biro-biro arsitektur yang berada di Indonesia dan luar negeri, saya justru meluangkan waktu untuk mengambil short course di Darwis Triadi School of Photography Jakarta, untuk selanjutnya mengejar impian saya bertemu seorang maestro bernama Darwis Triadi, dari sinilah inspirasi untuk selalu bertemu mentor terbaik ini terjadi.
3 Tahun Pertama Jadi Fotografer Pernikahan, It Was Truly Sucks!
Membuat sebuah bisnis fotografi ternyata tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, dari awalnya yang saya pikir tinggal jepret-jepret dan dapat uang ternyata saya masuk ke sebuah dunia bisnis yang benar-benar liar!
Tapi ini adalah kawah candradimuka yang saya harus lewati, no short-cut!
Sejak awal merintis bisnis, website memang jadi satu-satunya “senjata perang” yang saya miliki sehingga dari sinilah semua client akhirnya datang. Mungkin tergolong cukup idealis untuk kebanyakan fotografer khususnya di era tahun 2009, bahwa menjalankan bisnis fotografi tanpa memiliki studio sepertinya mustahil!
Ada 2 (dua) hal secara umum yang bisa saya bagi kepada anda di 3 tahun pertama dalam sejarah karir saya sebagai fotografer pernikahan,
1 – Ini Semacam “Seleksi Alam” Kuat Tidaknya Kita di Bisnis Ini, Passion Akan Sangat Mempengaruhi
Jika anda berniat menjadi seorang fotografer pernikahan maka 3 tahun pertama sangatlah sulit untuk dilewati tapi bukan berarti tidak mungkin. Ini adalah tahun-tahun dimana alam akan menyeleksi anda tentang kuat atau tidaknya menjalani profesi sebagai seorang fotografer.
Hampir sama ketika dulu saya kuliah, teknik arsitektur adalah sebuah jurusan yang cukup sulit karena itu di semester-semester awal pasti akan ditemui beberapa mahasiswa yang kemudian akan mundur dari jurusan ini lalu pindah ke jurusan yang lebih sesuai dengan passion-nya.
Saya pikir menentukan profesi ataupun bisnis juga demikian,
Saya pribadi termasuk orang yang percaya bahwa sebuah passion bisa membantu kita untuk menjalankan sebuah profesi yang didambakan sekalipun saya paham bahwa ada beberapa orang yang secara “galak” mengatakan bahwa,
“Udah ga’ jaman-nya lagi hidup pake passion, ada duitnya atau ga, ngikutin passion tanpa adanya duit sama aja goblok!”
Bagi saya pribadi quote di atas sangatlah “keras” sekalipun ada benarnya, tapi satu hal yang saya percaya bahwa passion akan membawa profesi dan bisnis yang kita geluti lebih “memiliki nyawa”.
Saya cinta uang dan saya selalu ingin jadi seorang fotografer pernikahan yang kaya raya tapi ada satu hal yang saya yakini bahwa,
Menjalankan sebuah profesi atau bisnis tanpa passion, lalu hanya memikirkan uang, itu sama seperti MELACURKAN hidup saya!
Saya bisa mengucap syukur karena selama 11 tahun ini saya dipertemukan dengan banyak mentor, teman, serta partner yang KAYA RAYA dalam arti sesungguhnya serta menggunakan PASSION-nya untuk menjalankan roda bisnis maupun profesi.
2 – Kekuatan Mental Sangat Diperlukan, Dari Mulai Pricelist Dilempar Sampai Dengan Diremehin Temen Sendiri
“Hidup memang akan selalu keras pada siapapun yang sedang berjuang, hingga akhirnya hidup akan “lulut” dengan sendirinya ketika anda mampu berjuang melewati batas-batas yang tidak mampu dilewati banyak orang”.
Saya pikir kata-kata bijak di atas ada benarnya karena mental seorang profesional benar-benar akan dicoba pada tahun-tahun awal mereka berjuang.
Mendapati sebuah kejadian dimana pricelist dilempar di depan muka ketika sedang presentasi memang bukanlah kejadian yang menyenangkan, begitu juga insiden ketika direndahkan oleh seorang teman dan keluarganya hingga fee saya dipotong 50% hanya karena hasil foto-foto saya tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
Sampai kapanpun, insiden ini akan selalu menjadi cerita manis di dalam sejarah perjalanan saya menjadi seorang fotografer pernikahan.
Kini giliran anda, saya tahu anda punya kelebihan, anda juga akan punya banyak tantangan di depan, tapi selama anda cinta dengan fotografi dan meyakini bahwa suatu saat nanti kesuksesan akan datang kepada anda, maka tetaplah di bisnis ini.
Bagi anda yang baru akan memulai terjun ke profesi ini maka ada satu hal yang saya janjikan tentang menjadi seorang fotografer pernikahan yaitu,
Profesi ini Menyenangkan!
5 Tahun Berikutnya Adalah Tentang Positioning, Good is NOT ENOUGH, Must Be Excellent!
Seorang teman pernah meminjami saya sebuah DVD berisi kumpulan dokumentasi para fotografer pernikahan profesional di Amerika, Eropa, dan Australia. Hingga saat ini kumpulan film dokumenter tersebut sangat menginspirasi bagi saya untuk mengarahkan positioning yang saya inginkan dalam industri ini.
Kedua seri film tersebut sudah saya tonton lebih dari 10x dan akan tetap menarik untuk dilihat sampai kapanpun, karena akhirnya beberapa fotografer memang menjadi jujukan saya untuk terus belajar secara langung maupun online dan membakar semangat saya untuk pindah ke Australia dalam beberapa bulan ke depan paska tulisan ini saya buat.
Saya HARUS Motret Client Asing, Saya Ga’ Perduli Bagaimana Caranya!
Ini adalah sebuah pemikiran yang secara tiba-tiba muncul di benak saya pada tahun 2012 dimana pada waktu itu saya memotret antara 5 s.d. 7 client pernikahan dalam sebulan.
Dari sisi finansial saya pikir keuangan pada waktu itu sangat cukup untuk membuat saya terus berjalan di market pemotretan lokal yang ada di Jogja dan sekitarnya cuma saya selalu merasa gelisah ketika sebuah kenyamanan datang dan berlangsung terus-menerus tanpa ada sebuah tantangan baru.
Saya sempat disarankan oleh seorang teman untuk belajar motret client asing di Bali dan sudah menjadi kebiasaan sejak dulu bahwa saya HANYA MAU BELAJAR DARI YANG TERBAIK, karena itulah saya menemukan seorang mentor yang juga akhirnya menjadi seorang teman baik dimana orang ini pernah menjadi salah satu fotografer pernikahan terbaik di dunia pada tahun 2009, namanya adalah Ricky Salim.
Bolak balik ke Bali akhirnya menjadi rutinitas saya selama beberapa tahun berikutnya untuk terjun langsung dan belajar hospitality yang baru ketika melayani client orang asing. Orang bule itu pada dasarnya hidupnya simple,
Kalo suka mereka beli, kalo ga’ suka mereka tingalin….ga ada basa basi sama sekali!
Prinsip ini menginspirasi saya di semua hal baik tentang kehidupan hingga terkait bisnis, karena itu saya jarang sekali membuat promo diskon atau pengurangan harga dari layanan pemotretan hingga varian bisnis turunan yang saya ciptakan dari hasil mengumpulkan uang fee memotret.
Pikiran saya juga sederhana,
Orang kalau sudah suka dengan sebuah karya atau layanan, tidak perduli berapa harganya, pasti AKAN DIBELI!
Pemotretan CROSS COUNTRY Mesti Dilakukan Segera!
Sejak SMA saya jatuh cinta dengan musik rock sehingga dentuman lagu Steelheart, Mr. Big, dan Gun’s N Roses selalu menjadi playlist di dalam setiap hari-hari yang saya lewati. Tahu dengan sendirinya bahwa band asal Amerika bolak-balik bikin konser di Jepang, Singapura, London, dan belahan dunia lainnya membuat saya kemudian berpikir,
Kalau pemain band saja bikin konser antar negara, kenapa saya ga’ bikin pemotretan antar negara juga!
Yang saya maksud dengan pemotretan antar negara di sini adalah pemotretan yang saya lakukan untuk orang asing dan mengambil lokasi di tempat YANG BUKAN tempat tinggal saya dan mereka, saya pikir ini akan mengasyikkan! Pikiran saya mulai berkhayal bagaimana jika ide ini akan membawa saya untuk bisa melayani sepasang mempelai berkewarganegaraan Kanada yang ingin difoto di Venice, atau mungkin sepasang mempelai dari Singapura yang ingin difoto di Maldives.
Ya….kalau ide ini tercapai maka ini akan sangat mengasyikkan, tapi bagaimana cara mewujudkan pemotretan ini?
Di dalam 11 tahun meniti karir sebagai seorang fotografer pernikahan ini, saya sempat belajar sebuah “ilmu langka” yang tidak banyak dipelajari oleh kebanyakan orang khususnya fotografer yaitu Internet Marketing. Inti dari ilmu ini adalah tentang bagaimana cara mendatangkan pelanggan hanya dengan bermodalkan sebuah website. Seorang “Internet Marketer”, sebutan bagi orang yang berkecimpung di dunia internet marketing, pada prinsipnya baru dianggap berhasil ketika dia bisa MEMBUAT WEBSITE yang bisa MENDATANGKAN SALES bagi para pelanggan yang BELUM PERNAH menemuinya secara langsung.
Prinsip ini sejalan dengan teori saya di awal tadi,
“Orang kalau sudah suka dengan sebuah karya atau layanan, tidak perduli berapa harganya, pasti AKAN DIBELI!“
Saya selalu percaya bahwa ketika Mr. Big mengadakan konser di gedung Nippon Budokan, ini dikarenakan 2 (dua) hal yaitu:
- Manajemen Mr. Big memang ingin mengadakan konser lintas negara, dan
- Ada penggemar Mr. Big yang ingin menonton konsernya di negara yang akan didatangi
Sebenarnya ini hanyalah sebuah prinsip ekonomi sederhana tentang Supply and Demand, karena syarat saya melakukan pemotretan cross country ini juga harus ada 2 yaitu saya MEMANG PENGEN MOTRET di tempat pernikahan tersebut dan HARUS ADA CLIENT yang ingin ke sana!
Langkah awal untuk menempuh ide ini adalah kebutuhan tentang REAL DATA, karena kalau datanya mengatakan ada client yang ingin ke sebuah lokasi yang kita impikan tadi maka ide ini bisa terlaksana, sampai di sini saya harap anda paham tentang ada yang saya maksud.
Berita bagus bagi anda yang tertarik untuk “nyemplung” ke internet marketing adalah SEMUA DATA KINI BISA DIDAPATKAN SECARA GRATIS di internet.
Spesialisasi saya dalam “ilmu langka” ini adalah SEO atau Search Engine Optimization, sebuah metode dimana saya DITUNTUT untuk mampu membuat sebuah website atau informasi yang berada di halaman pertama Google. Dari sini saya mulai mencari data-data yang saya butuhkan hingga akhirnya muncul sebuah ide tentang “Pemotretan di Maldives”. Kalau idei ini berhasil maka nantinya saya akan terbang ribuan kilometer menuju ke sebuah tempat cantik dan menawan dan melakukan pemotretan bagi para mempelai lintas negara di sebuah resort eksklusif yang menghadap langsung ke samudera.
1,5 tahun berjuang melewati ratusan permintaan enquiry dari client yang berasal dari Turki, India, Amerika, Rusia dan ada lebih lagi sekitar 15-an negara akhirnya ide ini membawa saya terbang 2x ke Maldives melayani warga negara Singapura dan Hong Kong.
Anda bisa melihat kedua sesi pemotretan cross country saya di Maldives melalui kedua video di bawah,
Billy and Dickie Ma in LUX* Maldives
Denise and Joel in ANGSANA Velavaru
Memiliki Resort Sepertinya Akan Mengasyikkan, Ayo Kita Mulai!
Berkecimpung di dunia fotografi selama bertahun-tahun serta pernah belajar tentang seni rancang bangun di waktu kuliah membuat saya selalu bermimpi untuk memiliki hotel, resort, ataupun layanan hospitality sejenisnya.
Bagi saya pribadi memiliki jaringan hotel suatu saat nanti akan membuat saya belajar hal-hal baru tentang bisnis turunan dari wedding photography, mungkin tidak di ranah pemotretannya tapi tentang bagaimana menyediakan sebuah tempat pernikaha, honeymoon, atau sekedar orang yang ingin berlibur.
Tanpa pikir panjang maka tahun 2013 saya memulai bisnis perhotelan pertama saya dengan modal se-adanya dan hanya menggunakan kamar nganggur di rumah bekas kos-kosan yang secara idealis saya sebut ‘HOTEL’, sebuah idealisme semu yang kata kebanyakan orang cuma mimpi di siang bolong. Tanpa memperdulikan apa kata orang tapi bagi saya pribadi membuka sebuah kamar dan menerima tamu-tamu dari seluruh penjuru dunia tentu akan mengasyikkan, prinsip saya waktu itu adalah,
Tamunya MESTI BULE, saya mau jadikan bisnis saya WORLDWIDE!
Ya, inilah hotel pertama saya!
Sebuah kamar nganggur bekas kos-kosan yang disulap menjadi hotel lengkap dengan sprei dan sarung bantal “bekas anak kos” serta selimut tipis yang saya buat dari kain meteran.
Di sebuah kamar sederhana inilah saya melayani ratusan tamu dari luar negeri dengan mengandalkan kipas angin warna biru muda hingga beberapa tahun setelahnya akhirnya saya punya 2 kamar dengan tipe yang sama hanya saja lengkap dengan AC.
Dollar demi dollar mulai saya kumpulkan, hingga Bahasa Inggris mulai jadi bahasa sehari-hari baik untuk saya, istri, dan semua anak-anak saya.
Foto di atas ini adalah paket sarapan yang saya sediakan!
Jangan berharap ada coffee machine merk Simonelli atau sejenisnya ataupun sajian sosis lengkap dengan keju. Alih-alih menggunakan bahan yang mahal maka saya memulai impian memiliki resort ini dengan modal termos bekas serta kopi sachet kapal api yang saya beli di warung depan rumah seharga Rp. 500/sachet.
Memang sangat sederhana tapi inilah cara saya memulai sebuah impian untuk memiliki resort yang bisa saya jadikan sebagai wedding destination, tidak tahu kapan berhaslnya tapi yang paling penting adalah MULAI SEKARANG!
Foto di atas adalah rekaman jejak saya ketika melayani para traveler dari seluruh penjuru dunia, anda bisa asal sebut saja, Mesir, Belgia, Jerman, Belanda, Norwegia, Italia, Prancis, dan negara-negara lainnya yang ada di globe, insya Allah hampir semua negara saya pernah layani. Dari rumah mungil dengan 2 kamar nganggur ini saya bisa katakan bahwa tamu saya adalah 80% orang asing dan 20% orang Indonesia.
Kegiatan memotret terus saya lakukan sembari saya melayani para tamu-tamu di atas, sistem-nya sangat sederhana, kalau ada pemotretan ke luar kota maupun ke luar negeri maka kamarnya tinggal saya blokir. Fenomena ini menjadikan saya seseorang yang bisa “menyelami” beragam jenis hospitality property, kadang saya bisa menginap di resort seharga ratusan dollar semalam tapi saya juga bisa menginap di penginapan murah yang biasa sewanya di bawah 200 ribu/malamnya.
Perjalanan merintis bisnis perhotelan ini terus saya lakukan hingga rumah kedua saya mulai beroperasi di tahun 2014 dan kembali melayani tamu-tamu yang 80% berasal dari luar negeri, hal ini menjadikan saya punya penghasilan ganda di luar pekerjaan saya sebagai fotografer pernikahan.
Foto di atas adalah properti kedua yang saya pakai sebagai HOTEL IDEALIS lengkap dengan perlengkapan se-adanya yang intinya adalah se-mampunya saya dalam menyediakan amenities atau kelengkapan per-hotelan.
Rupiah demi rupiah kembali saya kumpulkan termasuk juga tekanan batin ketika melayani tamu yang bersikap aneh dan arogan hingga energi dan waktu rasanya seperti terkuras di sela-sela waktu saya melakukan pemotretan, editing foto, hingga pembuatan album. Saya cukup beruntung bahwa istri saya Nina, sangat membantu saya dalam manajerial sehingga banyak pekerjaan QC (Quality Control) yang dilakukan olehnya agar saya bisa fokus ke pelayanan terbaik.
Hingga pada tahun 2018 saya mendapatkan kepercayaan berikutnya untuk menjalankan properti ketiga dimana tantangan kali ini adalah adanya 2 perusahaan di dalam satu bangunan yaitu Hospitality dan Coffee Shop. Tentunya ini akan sangat menarik bagi saya karena ada hal baru yaitu bisnis Food & Beverages yang akhirnya mau tidak mau saya harus “nyemplung” juga.
Coba lihat video di bawah ini, sayapun mulai bisa meracik secangkir kopi nikmat untuk saya nikmati.
Saya bisa katakan bahwa properti ketiga ini jauh lebih baik daripada 2 rumah sebelumnya, saya cukup beruntung bahwa ada investor yang “cukup berkantong tebal” sehingga mau mempercayakan uangnya kepada saya untuk selanjutnya dijalankan bisnis perhotelannya.
Sampai di sini saya berharap bahwa anda paham bahwa saya akan terus bergerak hingga impian saya untuk punya resort bisa tercapai. Tubuh saya hanya bergerak sesuai naluri dimana saya bisa tiba-tiba jalan-jalan ke sebuah pantai kemudian bermimpi punya Beach-Front resort seperti yang saya tinggali di Maldives atau mungkin saya bisa punya hotel eksklusif sekelas Four Season dengan gemerlap lampu gantung seperti yang tinggali ketika memotret di Hong Kong, semua mungkin, hanya saja saya tidak tahu kapan itu akan terjadi.
Anda yang ingin mempelajari cara saya dalam mengembangkan dan menjalankan bisnis perhotelan, maka anda bisa masuk ke tautan ini!
Tahun ke 11, Ini Saatnya Kembali Membuat Tantangan Baru Dalam Hidup, Starting a NEW LIFE!
11 tahun lebih saya dan Nina melayani client yang mayoritas adalah orang asing baik di dalam bisnis fotografi maupun hospitality yang kami berdua jalankan. Jadi bisa dikatakan bahwa selama 11 tahun ini kami lebih sering menerima uang dalam bentuk satuan US Dollar daripada Rupiah.
Kini saatnya kami berdua mengembangkan bisnis ini ke posisi yang lebih baik dan menciptakan sebuah kehidupan yang sama sekali berbeda sehingga akan muncul tantangan-tantangan baru yang tentunya tidak kami ketahui sebelumnya. Jika boleh saya bagikan sebuah falsafah hidup yang kami dapat selama 11 tahun ini maka saya bisa tuliskan hal tersebut menjadi seperti berikut,
Pengalaman baru akan membawa kehidupan baru yang lebih baik, memang tidak mudah tapi sekali lagi ini akan SANGAT MENGASYIKKAN!
2 tahun terakhir kami terpikir untuk bisa mengembangkan diri ke level yang lebih baik dan mencoba menjadi petualang sama seperti para client-client kami yang hilir mudik berkeliling bumi sembari menjalankan bisnisnya secara digital.
Mencoba melamar kerja ke luar negeri dan mendapatkan gaji bulanan sepertinya bukan jalan hidup saya karena itu satu-satunya jalan untuk bisa merasakan sensasi kehidupan di dunia yang baru adalah dengan menjadi seorang murid. Saya perlu mengosongkan “gelas” di dalam kepala saya agar bisa menerima hal-hal baru yang akan menjadikan saya leboh profesional lagi untuk mengelola dan menjalankan bisnis fotografi dan hospitality ke ranah yang lebih luas.
Melbourne menjadi pilihan saat ini untuk kami belajar hal baru,
Berbekal pengalaman menjadi professional photographer selama 11 tahun dan host airbnb dari tiga properti dengan predikat Superhost selama 4 periode membuat saya memberanikan diri untuk mendaftar kuliah S2 di sebuah kota yang memiliki predikat 5 besar sebagai “The Most Liveable City in the World”.
Coba dengarkan kedua suara di bawah ini, ga’ lama kok paling 15 detik…
View this post on InstagramSounds of Melbourne – Part 2 🇦🇺❤️
A post shared by Kapa💫 (@whereiskapa) on
Itu adalah suara-suara yang akan kami dengar selama beberapa tahun ke depan nanti. Sebuah kota yang warganya sudah beberapa kali menjadi client saya di pemotretan wedding serta ada beberapa fotografer wedding kelas dunia yang masuk dalam daftar DVD yang pernah saya tonton di tahun 2008 lalu.
Pandemi di pertengahan Maret membuat sebagian bisnis saya runtuh tapi dari sini saya justru bisa melihat sisi potensi lain dari bisnis yang saya miliki hingga dalam waktu 1,5 bulan saya mengirimkan semua persyaratan yang diperlukan hingga setelah wawancara dengan salah satu dosen pengajar di Melbourne maka akhirnya SAYA DITERIMA menjadi salah satu mahasiswa di Royal Melbourne Institute of Technology jurusan Master of Photography.
Gelar tidaklah penting bagi saya karena selama 11 tahun ini saya tidak pernah mempergunakan gelar kesarjana-an saya untuk mengais rejeki secara masif.
Kepindahan Saya dan Keluarga ke Melbourne adalah Murni Untuk Memperluas Networking, Ini Harganya Ultra Billion Dollar!
Di kampus ini saya akan mempelajari fotografi dari sisi karya serta punya waktu ijin kerja resmi selama 20 jam/minggu yang akan saya pergunakan SEBAIK MUNGKIN untuk magang, memotret wedding, portrait, mengelola hotel, menjadi barista, hingga membuat konten-konten fotografi terbaik yang akan membuat perusahaaan saya lebih baik di masa yang akan datang.
Paska kuliah selama 2 tahun nanti saya akan punya ijin kerja sementara selama beberapa tahun ke depan dimana saya akan pergunakan untuk membangun bisnis fotografi dan hospitality saya di tanah yang baru. Ini akan menjadi pengalaman mengasyikkan bagi saya dan Nina terlebih lagi untuk anak-anak saya yang akan segera memasuki masa remaja.
Legacy Saya Untuk Anda Selama 11 Tahun Berkarya
Selama 2000 hari ke depan paska saya memulai kehidupan di Melbourne nanti pasti akan banyak hal menarik tentang fotografi dan hospitality yang akan saya share di dalam blog ini tapi tentu hal ini tidak akan lengkap ketika saya tidak memberikan warisan terakhir untuk industri fotografi yang menjadi jalan hidup saya selama 11 tahun terakhir.
7 Weeks Photography Mastery,
Sebuah kompilasi pembelajaran murni tentang dunia fotografi yang saya geluti selama 11 tahun dimana anda bisa mempelajari semua hal yang ada di dalam isi kepala saya.
Pembelajaran ini akan membuat anda baik yang sudah menjadi seorang profesional photographer maupun seseorang yang baru akan terjun di dunia fotografi untuk bisa melihat hal baru di industri ini serta melihat sudut pandang bisnis fotografi dari sisi yang berbeda.
Silahkan klik banner di atas untuk melihat detil isi materi pembelajarannya atau langsung klik di sini!
Sampai bertemu di cerita lainnya dan pastikan selalu berjuang untuk apapun yang ingin anda cita-citakan!